Maluku Tenggara, liputan21.com— Di tengah pesona laut yang surut di Pantai Hoar, Ohoi Danar Sare, ratusan warga tampak berjejer di sepanjang pesisir. Dengan janur kuning dan tali nilon di tangan, mereka bersiap menarik bersama-sama dalam sebuah tradisi tua bernama Wer Warat — cara unik masyarakat Kei menangkap ikan saat air laut surut maksimal.
Tradisi ini bukan sekadar teknik menangkap ikan, tetapi wujud kebersamaan dan filosofi hidup masyarakat Kei yang menjunjung tinggi harmoni antara manusia dan alam. Gerak serentak menarik tali panjang di antara hamparan pasir dan karang menjadi simbol gotong royong, kebersamaan, dan rasa syukur atas limpahan rezeki dari laut.
Festival Wer Warat yang menjadi bagian dari Festival Pesona Meti Kei 2025 ini dihadiri langsung oleh Bupati Maluku Tenggara, M. Thaher Hanubun, didampingi Wakil Bupati Carlos Viali Rahantoknam, jajaran Forkopimda, Anggota DPR RI Widya Pratiwi Murad, Saadia Uluputi, perwakilan Kementerian Pariwisata, serta Bupati dan Wakil Bupati Mimika.
Dalam sambutannya, Bupati Thaher Hanubun menyebut Wer Warat sebagai bukti hidupnya nilai kearifan lokal yang diwariskan dari generasi ke generasi.
“Tradisi Wer Warat ini bukan sekadar cara menangkap ikan, tetapi juga warisan budaya yang menumbuhkan kebersamaan dan cinta terhadap laut sebagai sumber kehidupan. Inilah jati diri masyarakat Kei,” ujar Thaher.
Sementara itu, Anggota Komisi III DPR RI, Widya Pratiwi Murad, menyampaikan apresiasinya atas konsistensi pemerintah dan masyarakat Maluku Tenggara dalam menjaga budaya leluhur.
“Tradisi seperti ini harus terus kita lestarikan. Kalau bukan kita yang menjaga, siapa lagi? Festival ini adalah bukti bahwa masyarakat Kei mencintai budayanya dan menjadikannya kebanggaan daerah,” ungkapnya.
Meski sempat diguyur hujan, semangat masyarakat tidak surut. Sorak gembira dan tawa bergema di sepanjang pantai saat tali janur kuning mulai ditarik dan ikan-ikan kecil mulai terperangkap. Momen ini menjadi simbol persatuan dan sukacita, di mana warga dan pengunjung turut merasakan kebersamaan yang hangat.
Lebih dari sekadar tontonan, Wer Warat adalah cerminan falsafah hidup orang Kei: Ira na im waat, ain ni ain — satu hati, satu rasa, satu tujuan.
Di tengah arus modernisasi, tradisi ini menjadi pengingat bahwa kekuatan budaya lokal selalu mampu menyatukan, menghidupkan, dan membangkitkan semangat cinta tanah air.

0 Komentar